Sunday, October 27, 2013

Kebudayaan Sumatera Selatan : Suku Dan Adat Semende Lembak

Lambang Adat Semende
(Sumber Gambar : http://taguxs.blogspot.com)
Sumatera Selatan sebagai salah satu Provinsi di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menganut Semboyan Bhinneka Tunggal Ika juga memiliki banyak ke-Bhinnekaan. Salah satunya adalah dalam hal Adat dan Suku. Salah satu suku yang berdomisili dan berkembang di Sumatera Selatan adalah Suku Semende Lembak atau dikenal dengan Suku Semendo Lembak. Semende Lembak sendiri merupakan bagian dari suku besar Besemah atau Pasemah. Sebagaimana disinggung dalam posting sebelumnya mengenai "Besemah Libagh Semende Panjang". Semende Lembak sendiri terkonsentrasi di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan dan memiliki kesamaan dengan Semende yang ada di Kabupaten Muara Enim.

Sebagai sebuah suku Semende memiliki Aturan Adat tersendiri dan dikenal dengan Adat Tunggu Tubang. Tunggu Tubang sendiri adalah sebutan untuk anak perempuan paling tua didalam keluarga. Dalam adat semende dikenal dasar-dasar ataupun struktur dalam adat pada suatu keluarga (jurai). Adapun struktur tersebut adalah sebagai berikut :
  • Bepayung Jurai (Penasehat atau para Tetua keluarga)
  • Bemeraje (Raja atau Anak Laki-laki Tertua)
  • Bejenang Jurai (Anggota Keluarga atau Saudara)
  • Betunggu Tubang (Anak Perempuan Tertua)
  • Beanak Belai
  • Beapit Jurai
Tunggu Tubang atau anak perempuan paling tua berkewajiban untuk mengurus orang tua serta mengurus harta warisan. Dalam aturan ini tidak dikenal istilah "bagi harta warisan" karena semua kembali kepada Tunggu Tubang. Namun, disini Tunggu Tubang tidak berhak untuk menjual harta yang dipercayakan kepadanya melainkan ia harus mengurus serta mengembangkan harta itu. Harta yang dimaksud biasanya adalah Rumah, Sawah ataupun Kebun. Disini para Jenang Jurai maupun Apit Jurai bertugas mengawasi Tunggu Tubang ini serta melaporkan kepada Meraje jika terdapat kesalahan. Dan Meraje menjadi pemimpin dalam keluarga serta memutus semua perkara, Meraje berhak mengambil alih harta Tunggu Tubang jika Tunggu Tubang tidak mengurus harta tersebut ataupun membuat malu keluarga. Semua perkara mengenai harta ini kembali kepada keputusan Meraje. Harta warisan yang telah turun temurun kepada anak, cucu, cicit dan seterusnya sebagai ahli waris mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut :
  1. Sama waris, Sama harga 
  2. Sama menjaganya 
  3.  Perempuan (Tunggu Tubang) hanya menunggu tidak kuasa menjual
  4.  Laki-laki berkuasa, tapi tidak menunggu
  5.  Sama-sama mengambil faedah baik laki-laki atau perempuan rumusannya : 
  • Perempuan dibela, laki-laki membela. 
  • Sama-sama mengambil manfaat, yaitu perempuan disayang dan laki-laki  disekolahkan tinggi, belajar mengaji sampai ke Makkah (Naun) dan sebagainya.
  • Sama-sama mengambil untung, perempuan lekas kawin (semende) sehingga orang tua berkesempatan mencari biaya untuk sekolah anak laki-laki, mengaji dan biaya kawin (semende). 
  • Sama-sama mengharapkan hasil, perempuan lekas berkeluarga (semende) sehingga berkembang (berketurunan) dan laki-laki diantar kawin (semende) ke tunggu tubang lain.

Pemelihara harta warisan adalah ahli waris laki-laki dengan tugas mengawasi harta seluruhnya supaya tidak rusak, tidak berkurang, tidak hilang, dan sebagainya. Lelaki tidak berhak menuggu, dia seorang laki-laki seakan-akan Raja berkuasa memerintah dan diberi gelar dengan sebutan MERAJE.
Anak belai adalah keturunan anak betine (Kelawai Meraje) mengingat kelemahannya dan sifat perempuan (keibuan) maka ia dikasihi/disayangi dan ditugaskan menunggu harta pusaka sebagai tunggu tubang, mengerjakan, memelihara, memperbaiki harta pusaka dan ia boleh mengambil hasil (sawah, kolam, tebat, kebun/ghepangan) tetapi tidak kuasa menjual harta waris. Seorang laki-laki di Semende berkedudukan sebagai MERAJE di rumah suku ibunya (kelawainye) dan menjadi rakyat di rumah isterinya sehingga dia meraje dan juga rakyat. Kalau warga Tuggu Tubang (Adat Semende) telah turun temurun berjulat berjunjang tinggi, maka tingkat pemerintah (Jajaran Meraje) tersusun sebagai berikut :

  1.  Muanai (kakak/adik laki2) tunggu tubang , disebut Lautan (calon meraje) belum memerintah, dan dapat menjadi wali nikah (kawin) bagi kelawainya (ayuk atau adik perempuan) 
  2.  Muanai (kakak/adik laki2) Ibu Tunggu Tubang, disebut/dipanggil MERAJE
  3.  Muanai (kakak/adik laki2) Nenek Tunggu Tubang, disebut/dipanggil JENANG
  4.  Muanai (kakak/adik laki2) Puyang Tunggu Tubang, disebut/dipanggil PAYUNG

Catatan :
1. Meraje = Memerintah (Kepala Pemerintah)
2. Jenang = Lurus, Lembut (Memberikan Pertimbangan)
3. Payung = Tempat Berteduh (Pelindung)

Didalam aturan adat ini juga terdapat larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar oleh semua anggota keluarga. Larangan-larangan itu antara lain :
  • Durhake Ngak Jeme Tue (Durhaka Dengan Orang Tua)
Ini merupakan larangan pertama dan sesuai dengan ajaran Islam dimana semboyan adat ini sendiri adalah "Adat Bersendi Syara', Syara' Bersendi Kitabullah".
  • Tunggu Tubang Ingkar Janji
Dalam hal ini terjadi apabila Tunggu Tubang tidak mengurus orang tua maupun harta keluarga yang menjadi kewajibannya untuk mengelolah
  • Jenang Jurai Ngambik Rete Tunggu Tubang (Jenang Jurai Merebut Harta Tunggu Tubang)
Saudara lain dalam satu keluarga diluar Meraje ataupun Tunggu Tubang yang merebut harta yang menjadi hak Tunggu Tubang untuk mengelola.
  • Due Sekelawaian Sewarangan (Dua Beradik Besan)
Ini sangat dilarang karena merupakan perkawinan sedarah.
  • Nentang Meraje (Menentang Meraje)
Sebagai Raja atau Pemimpin keputusan dari Meraje bersifat absolut dan tidak boleh ditentang oleh Tunggu Tubang maupun Jenang Jurai
  • Bejual Anak (Menjual Anak)
Ini sangat dilarang karena anak merupakan amanah dari Allah SWT.

Selain kedua hal diatas Adat ini juga menganut asas-asas ataupun pedoman hidup yang tersusun dalam isi adat, yaitu :
  • Musyawarah
  • Gotong Royong
  • Ngecikkah Masalah Besak (Masalah Besar Jadi Masalah Kecil)
  • Ngapuskah Masalah Kecik (Masalah Kecil Dihapuskan)
  • Damai
Dalam semua hal segala pertikaian dihindari terutama perebutan harta warisan. oleh karena itu harta warisan tidak dibagi atau diwariskan tetapi dipercayakan untuk dikelola oleh Tunggu Tubang.