Indonesia mengenal asas
Bhinneka Tunggal Ika yang artinya walaupun berbeda-beda namun tetap satu jua.
Betapa pentingnya Bhinneka Tunggal Ika ini hingga dikukuhkan dalam Empat Pilar
Kebangsaan yang gencar di sosialisasikan oleh Alm. Taufik Kiemas. Perbedaan ini
meliputi Suku, Bangsa, Ras, Agama Maupun Adat Istiadat. Sumatera Selatan
sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia juga tidak lepas dari ke
Bhinnekaan itu. Di Sumatera Selatan sendiri banyak terdapat Suku, Bangsa, Ras,
Agama serta Adat Istiadat itu. Salah satu etnis ataupun masyarakat adat di
Sumatera Selatan adalah Suku Semende atau Semendo yang terbagi atas dua bagian
yaitu Semende Darat dan Semende Lembak. Semende merupakan bagian dari
"Besemah Libagh-Semende Panjang" atau Besemah Lebar-Semende Panjang.
Semende atau Semendo Darat berkembang di daerah Kabupaten Muara Enim sedangkan
Semende atau Semendo Lembak berkembang di daerah Kabupaten OKU Selatan.
Sebagai salah satu
Komunitas Masyarakat yang besar Semende mempunyai peradaban dan budaya yang
terus berkembang. Sewaktu penulis masih kecil sering mendengarkan ”andai-andai” atau
cerita dari sang Kakek. “andai-andai”
sendiri merupakan salah satu budaya tutur masyarakat Semende yang sekarang
semakin dilupakan. “andai-andai”
berisi cerita-cerita yang bersifat dongeng, khayalan maupun lawakan yang sering
diceritakan menjelang tidur atau malam hari. Budaya tutur “andai-andai” ini hampir sama dengan budaya "dongeng sebelum
tidur" yang berkembang dibanyak negara di dunia. Kisah dalam “andai-andai” biasanya diambil dalam
kehidupan sehari-hari ataupun dongeng binatang (Fabel). ”andai-andai” ini biasanya sangat
digemari oleh anak-anak dan selalu menjadi sarana kedekatan antara kakek dengan
cucunya. Biasanya ketika malam hari sambil memijit sang kakek selalu ber”andai-andai”, cerita-cerita mengenai Sang
Piatu, Sang Putri ataupun Sang Kancil menjadi favorit
anak-anak.
Jika sekarang sedang
berkembang yang namanya Stand Up Comedy dalam masyarakat
Semende sudah ada yang namanya “andai-andai”
ini yang selalu disisipi dengan komedi-komedi oleh sang Pendongeng. Seiring
perjalanan waktu dan perkembangan zaman budaya tutur ini semakin hilang
tertelan zaman. Anak-anak lebih senang menonton Sinetron ataupun
acara televisi lain. Selain budaya tutur yang dikenal dengan “andai-andai” masyarakat Semende juga
mengenal Seni Musik yang disebut "Berejung" dan
dikenal dengan Tembang Batang Hari Sembilan. "Berejung" atau
Tembang Batang Hari Sembilan sendiri juga menjadi Budaya Sumatera Selatan
secara keseluruhan. Dalam banyak masyarakat adat lain di Sumatera Selatan juga
mengenal seni musik ini yang menggunakan Bahasa Adat masing-masing.
"Berejung" sendiri biasanya menggunakan Gitar Tunggal dan
syair-syairnya berupa Pantun dan berisi mengenai kesedihan maupun kehidupan
sehari-hari. Musiknya yang bersifat melankolis tidak jarang
membuat orang-orang yang mendengarkan terbawa oleh suasana musik dan tak jarang
ikut menitikkan air mata. Dengan nada serta notasi gitar tersendiri membuat
seni musik ini tidak banyak disukai oleh generasi muda dan tinggal orang-orang
tua yang masih mahir memainkan musik gitar tunggal ini. Selain "Berejung" seni
lainnya adalah "Guritan" yang juga merupakan seni
tutur namun mempunyai nada tersendiri dan tak jarang diiringi dengan petikan
gitar tunggal. "Guritan" biasanya berisi tentang
kisah tokoh-tokoh atau suatu daerah dan mempunyai rentetan cerita yang apik.
Selain budaya-budaya diatas masih banyak budaya-budaya lain yang semakin hari
semakin tergerus oleh zaman. Budaya-budaya seperti ini seharusnya kita
pertahankan karena ini merupakan kekayaan atau heritage Bangsa
Indonesia yang menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika.